Friday, February 8, 2008

Hidup Ini Adalah Keberanian

Dipuncak Mahameru, terpatri ungkapan hati seorang ksatria alm. Soe Hok Gie; Hidup adalah keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa bisa kita mengerti, tanpa bisa kita bertanya. Terimalah, dan hadapilah...................

Dalam literatur tiongkok, ada satu kisah yang sangat relevan dengan ungkapan tersebut.
Dikisahkan, jaman dahulu kala tinggal seorang kakek tua dengan seorang cucu-nya ditepi sebuah hutan. Cucu-nya sangat menginginkan seekor kuda sebagai tunggangannya, dia selalu menyempatkan diri bermain bersama anak-anak tetangganya untuk sekedar mengelus-elus kuda milik mereka.

Pada suatu malam, datanglah serombongan kuda liar ke rumah sang kakek, dan tanpa susah payah cucu-nya berhasil menangkap seekor diantaranya. Para tetangga-pun berdatangan, mengucapkan rasa gembira kepada sang kakek "Selamat ya kek, anda sekarang telah memiliki seekor kuda". Dengan tenang sang kakek menjawab "Bagaimana kalian tahu bahwa ini sebuah kebahagian ?".

Keesokan paginya, sang cucu asyik bermain kuda dengan teman-temannya. Karena kuda yang dimilikinya adalah kuda liar, maka dia-pun terjatuh dari punggung kuda hingga kakinya patah. Para tetangga-pun berdatangan dan mengucapkan belasungkawa kepada sang kakek "Kami turut bersedih atas musibah yang menimpa anda". Dengan tenang sang kakek menjawab "Bagaimana kalian tahu bahwa ini sebuah kesedihan ?".

Tak lama kemudian terjadi perang saudara. Semua pemuda diharuskan ikut wajib militer, & cucu sang kakek, karena patah kaki-nya maka tidak diwajibkan untuk ikut berperang.

Kita tidak akan pernah tahu, apa yang akan terjadi pada diri kita, satu detik, satu menit, satu jam, satu hari, satu bulan, ataupun satu tahun kemudian. Tapi kita harus yakini bahwa apa yang terjadi pada diri kita adalah yang terbaik yang diberikan oleh Allah kepada kita.

Friday, February 1, 2008

Belajar Hidup, Sungguh Mahal

Uang sekolah-lu tuh 30 juta ! Kontan saya terperanjat, kaget, tidak menyangka, kondisi awal yang mereka ciptakan pada akhirnya telah menjustifikasi saya sebagai terdakwa. Subhannallah.

Saya coba merenung, berfikir.
Ternyata tidak ada lagi kejujuran, ketulusan, yang ada hanyalah kemunafikan, bohong membohongi demi meraih kilau harta duniawi.

Tidak ada sahabat, tidak ada saudara, dalam bisnis.
Yang ada hanyalah pemangsa dan korban, walau terkadang kondisi dan posisi-nya saling berbalik.
Satu kali sang pemangsa akan jadi korban, demikian sebaliknya.

Kondisi ini makin menguatkan, makin menaikan ghirah saya untuk segera memiliki bisnis sendiri yang berbasis kasih sayang, saling memberi & saling menerima dengan penuh keikhlasan.

Tapi benar ucapan di atas, ternyata biaya sekolah untuk mengetahui segala rahasia kehidupan ini sangat mahal rupanya.